Langsung ke konten utama

Cerpen "Cerita Cahaya: Bagaimana Hijab Mengubah Cara Alexa Melihat Dunia"

 Senja mulai turun di kota kecil itu. Cahaya duduk di sudut sebuah kafe dengan jendela besar yang menghadap ke jalan. Aroma kopi bercampur dengan harumnya teh hangat yang tersaji di depannya. Tak lama, pintu kafe terbuka, dan Alexa muncul dengan senyumnya yang khas.

"Alexa?" Cahaya bangkit, sedikit terkejut melihat temannya dari masa lalu.

"Ya ampun, Cahaya! Aku nggak menyangka kita akan bertemu lagi." Alexa memeluk Cahaya dengan hangat, lalu duduk di kursi di depannya.

Mereka memulai percakapan tentang kehidupan masing-masing, membahas nostalgia, hingga akhirnya pembicaraan mereka masuk ke topik yang lebih dalam.

“Cahaya,” Alexa memulai, sambil memegang cangkir tehnya, “aku selalu mengagumi caramu menjalani hidup. Kamu tampak begitu damai. Tapi aku penasaran, apa yang membuatmu memutuskan untuk berhijab?”

Cahaya tersenyum, menatap langit senja di luar jendela. “Awalnya, aku juga banyak bertanya-tanya, Lex. Hijab dulu terasa seperti beban, seperti aturan yang mengikat. Tapi semakin aku belajar, aku mulai melihatnya sebagai perjalanan spiritual. Bukan soal kewajiban semata, tapi lebih pada hubungan antara aku dan Allah.”

Alexa mengangguk, mencoba mencerna kata-kata itu. “Jadi, hijab itu lebih dari sekadar pakaian bagi kamu?”

“Benar,” Cahaya menjawab lembut. “Hijab itu lebih seperti pengingat. Pengingat bahwa aku sedang diawasi oleh Tuhan, bahwa hidup ini bukan hanya tentang apa yang aku mau, tapi tentang apa yang Dia mau. Tapi itu bukan perjalanan yang instan. Butuh waktu untuk benar-benar memahami dan merasakan kedamaian di baliknya.”

“Jujur,” Alexa berkata dengan nada ragu, “aku selalu merasa bahwa hijab itu lebih seperti aturan yang membatasi, bukan sesuatu yang membebaskan.”

Cahaya tersenyum, memandang temannya dengan tatapan penuh pengertian. “Banyak yang berpikir begitu, dan aku paham kenapa. Dunia ini sering memberi kita standar kecantikan yang membuat kita merasa harus selalu tampil sempurna. Tapi bagi aku, hijab itu justru membebaskan. Aku nggak lagi harus khawatir dengan ekspektasi orang. Aku jadi lebih percaya diri, lebih fokus pada isi pikiranku daripada penampilanku.”

Alexa terdiam sejenak, lalu bertanya pelan, “Tapi bukankah kita tetap bisa jadi perempuan baik tanpa hijab?”

“Tentu saja,” Cahaya menjawab tanpa ragu. “Hijab itu bukan ukuran kebaikan seseorang. Tapi hijab adalah bagian dari ketaatan. Aku percaya, kalau Allah yang menciptakan kita memerintahkan sesuatu, pasti ada hikmah besar di baliknya, meskipun kita belum selalu bisa memahaminya sepenuhnya. Dan yang paling penting, hijab itu adalah perjalanan, bukan tujuan akhir.”

Alexa memandang Cahaya dengan mata yang sedikit berkaca-kaca. “Kamu benar-benar membuat aku melihat hijab dari sudut pandang yang berbeda. Aku selalu berpikir itu cuma tradisi, tapi sekarang aku mulai memahami bahwa itu lebih dari itu.”

Cahaya menepuk tangan Alexa dengan lembut. “Aku nggak mengharapkan kamu langsung berubah, Lex. Tapi mungkin, mulai dari memikirkan maknanya. Hijab itu bukan tentang memaksa diri, tapi tentang merasakan keinginan untuk lebih dekat dengan Tuhan. Kalau kamu mulai dari sana, semuanya akan terasa lebih ringan.”

Alexa menarik napas panjang, lalu tersenyum kecil. “Mungkin aku akan mencobanya suatu hari nanti. Untuk sekarang, aku ingin belajar lebih banyak darimu. Aku ingin tahu lebih banyak tentang apa yang membuatmu menjadi Cahaya seperti sekarang.”

Percakapan itu berlanjut, dengan Cahaya berbagi pemikirannya tentang iman, hijab, dan kehidupan, sementara Alexa mendengarkan dengan hati yang perlahan terbuka. Di dalam dirinya, Alexa merasa bahwa Cahaya telah menyentuh bagian dari dirinya yang selama ini dia abaikan sebuah keinginan untuk menemukan makna yang lebih dalam dalam hidupnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

99 cahaya di langit Eropa

  Film ini sebenarnya sudah ku cari sejak dulu namun belum ketemu2 juga, eh belum lama ini ku mencari lagi dan ketemu, setelah menontonnya ternyata ni film sangat menyentuh banget walau nggak ada adegan nangis-nangisnyan, ni film pertama yang aku tonton yang didalamnya nggak ada adegan nangis-nangis tapi bisa buat aku meneteskan air mata, sumpah ni film kudu' lu tonton di jamin keren. Sinopsis dan Jalan Cerita 99 Cahaya di Langit Eropa (2013)   Film ini mengisahkan tentang perjalanan spiritual yang dialami oleh pasangan suami istri, Hanum (Acha Septriasa) dan Rangga (Abimana Aryasatya) , dalam menapaki jejak-jejak kebesaran Islam selama 3 tahun mereka menetap di bumi Eropa. Salah satu momen berharga yang diraih oleh Hanum adalah ketika ia berkenalan dan bersahabat dengan seorang muslimah asal Turki, Fatma (Raline Shah) .. Melalui penuturan Fatma, terkuak lah suka duka dalam menjalani kehidupan sebagai seorang Muslim di Eropa.  Rilis tanggal 5 Desember 2013 bua...

Setahun Lebih Mencari Kerja #TerusBerusaha

Assalamualaikum... Wah udah lama nggak ngeblog, jadi kangen ni hehehe... Umm sekarang aku mau sharing tentang usaha aku untuk mendapatkan pekerjaan di perusahaan/intansi pemerintah. Buat kalian yang masih bernasib sama kaya’ aku (masih mencari kerja )tetap semangat n terus berjuang ya...#jangan pernah putus asa. Awal mulai aku mencari kerja di pertengahan bulan Maret 2014, sebenarnya Tahun 2013 aku pernah coba-coba ikut Rekrutmen Staf Hotel Aston Kupang yang diadain di kampus alias almamaterku tercinta PNK namun GGL. Setelah   dinyatakan lulus sidang aku sudah boleh melamar pekerjaan namun ku urungkan niatku hingga menunggu ijazah keluar dan   setelah 3 bulan aku diwisuda barulah mencari kerja. Kok setelah 3 bulan itu baru cari kerja sih? Kan aku masih nunggu ijazah, kampus aku itu nggak sama dengan kampus yang lain pas diwisuda para wisudawan/watinya langsung dapat ijazah, kalo di kampus aku itu dua bulan setelah diwisuda baru dapet tuh   ijazah, nah sambil nu...

Makalah Tanggung jawab Sosial Perusahaan atau CSR

BAB I PENDAHULUAN 1. 1   Latar   Belakang Konsep Tanggung jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (selanjutnya disingkat CSR)   sudah dikenal sejak dahulu   dan   mulai dikenal luas di zaman modern sejak Howard R. Bowen menerbitkan bukunya berjudul Social Responsibilities of The Businessman pada era 1950-1960 di Amerika Serikat. Pengakuan publik terhadap prinsip-prinsip tanggung jawab sosial yang beliau kemukakan membuat dirinya dinobatkan secara aklamasi sebagai Bapak CSR. Di Indonesia sendiri CSR lebih dikenal dengan   Tanggung Jawab Perusahaan d an Lingkungan (TJSL) sebagaimana yang sudah termuat dalam UUPT. Dengan keberadaan UUPT tersebut membuat kegiatan atau program TJSL menjadi kewajiban yang harus dilaksanakan oleh perusahaan . Ketentuan itu terdapat dalam Pasal 74 Ayat (1). Konsep CSR juga telah banyak berkembang di negara lain dan Indonesia mengadopsi CSR yang awalnya berkembang di negara kapitalis karena me...