#SuaraAnakNegeri.
Melihat berita yang muncul berkaitan banjir bandang yang melanda di Sumatera (Aceh, Sumut, Sumbar) membuat hati ini menjadi sedih, iba, dan ada perasaan khawatir juga. Setiap kali video baru muncul, rasanya seperti ada beban di dada. Air datang begitu deras dari arah perbukitan, membawa lumpur, batu, kayu, dan apa pun yang dilaluinya. Ketinggiannya sampai menenggelamkan rumah-rumah warga. Mobil hanyut, jalan terputus, dan banyak keluarga kehilangan tempat tinggal. Bahkan ada yang kehilangan anggota keluarga tanpa bisa menolong. Membayangkan itu saja sudah membuat hati hancur, apalagi mereka yang merasakannya langsung.
Banyak orang mungkin bertanya apa penyebab banjir bandang ini. Faktor alam memang ada, sekarang musim hujan, dan kemunculan siklon tropis senyar membuat cuaca ekstrem, curah hujan semakin besar. Tapi faktor manusia juga tidak bisa dipungkiri. Penebangan pohon secara masif di berbagai wilayah membuat tanah kehilangan kemampuan untuk menahan air. Hutan yang seharusnya jadi pelindung hilang, dan akhirnya air turun ke pemukiman warga tanpa ada yang menahan.
Pas pertama kali saya lihat video tentang banjir ini, ada perasaan campur aduk yang langsung muncul: khawatir, takut, sedih, semuanya jadi satu. Bahkan ada video yang memperlihatkan batang-batang pohon yang sudah ditebang rapi ikut terhanyut dalam jumlah besar, menghantam rumah warga dan merusak apa saja di depannya. Melihat itu, otak saya langsung bekerja dan berpikir bahwa orang-orang atau perusahaan yang melakukan penebangan pohon itu seharusnya ikut bertanggung jawab atas tragedi ini.
Bencana sebesar ini bukan hanya soal hujan, tapi juga akibat dari keputusan manusia yang hanya mementingkan keuntungan tanpa memikirkan masyarakat yang tinggal di bawahnya.
Dampaknya bukan sekadar kerusakan bangunan. Luka kehilangan dan trauma pasti tertinggal. Anak-anak ketakutan, orang tua kebingungan harus ke mana, dan banyak keluarga yang masih mencari anggota keluarganya. Tidak ada kata yang bisa menggambarkan beratnya keadaan mereka.
Dan dampak banjir ini bukan hanya dirasakan oleh manusia. Ada sebuah video yang beredar di TikTok tentang gajah Sumatera yang ikut terkena musibah banjir. Habitat mereka hancur, pepohonan tumbang, dan tanah yang biasanya mereka pijak berubah total menjadi lautan air. Dalam video itu terlihat kawanan gajah berjalan perlahan di tengah arus, saling menjaga agar tidak terpisah.
Melihatnya rasanya menyesakkan ternyata bukan hanya manusia yang sedang berjuang untuk hidup, tetapi hewan-hewan itu juga kehilangan rumah, kehilangan rasa aman, dan ikut berusaha bertahan.
Banjir ini seakan mengingatkan bahwa alam memberi sinyal. Ketika alam terluka, yang menderita bukan hanya manusia, tapi seluruh makhluk yang hidup di dalamnya. Dan saat bencana datang, kita semua manusia, hewan, dan lingkungan sama-sama menjadi korban.
Yang membuat hati semakin berat adalah lambatnya bantuan datang. Akses jalan terputus memang membuat semuanya sulit, tapi rasanya kalau respon pemerintah pusat lebih cepat, mungkin beberapa hal bisa diselamatkan lebih awal. Video banjir sudah tersebar sejak hari pertama. Seharusnya bantuan bisa langsung dikirim dalam hitungan jam, bukan baru dua sampai tiga hari kemudian. Saat situasi darurat seperti ini, mereka butuh makanan, minuman, selimut, tempat tinggal sementara bukan penantian panjang tanpa kepastian.
Karena bantuan yang lambat, muncul situasi yang sebenarnya menyedihkan tapi bisa dipahami. Beberapa warga terpaksa menjarah toko dan kantor Bulog untuk bertahan hidup. Banyak yang menghakimi, tapi kalau sudah berhari-hari tanpa makanan, anak-anak menangis karena lapar, dan tidak ada bantuan datang, orang bisa mengambil keputusan ekstrem demi hidup. Ini bukan karena keserakahan, tapi karena keadaan yang mendesak. Siapa pun di posisi mereka mungkin akan melakukan hal yang sama.
Menurut saya, bencana sebesar ini seharusnya sudah ditetapkan sebagai bencana nasional. Banyak wilayah terdampak, bukan hanya satu kabupaten atau kota. Korban sangat banyak, infrastruktur rusak parah, dan semua membutuhkan penanganan besar dari pemerintah pusat. Sampai saat ini pun status itu belum ditetapkan, dan ini sangat disayangkan. Menetapkan status bencana nasional bukan soal label, tapi soal percepatan penanganan, anggaran, dan prioritas penyelamatan yang jauh lebih besar.
Sebagai seseorang yang hanya bisa melihat dari jauh, rasanya tidak banyak hal yang bisa saya lakukan selain berdoa dan menyebarkan kesadaran lewat tulisan ini. Mereka di sana sedang berjuang bertahan hidup, sementara kita di luar hanya bisa berharap yang terbaik. Semoga bantuan segera merata, pemerintah bergerak lebih cepat, relawan diberi kesehatan, dan para korban diberikan kekuatan untuk bangkit. Saya tahu tidak ada kata yang bisa menghapus rasa sakit mereka, tapi saya percaya setiap doa yang tulus tidak pernah sia-sia.
Semoga Sumatera segera pulih.
Komentar
Posting Komentar