Langsung ke konten utama

Cerpen : Bangga Budaya Kita

Suatu sore yang santai, Cahaya dan fahni sedang duduk di sebuah kafe kecil di sudut taman. Mereka baru saja selesai berolahraga ringan dan kini menikmati segelas teh hangat sambil mengobrol ringan.

"Fahni, kamu pernah nggak sih denger soal makanan Indonesia yang sering diklaim negara lain?" tanya Cahaya sambil menyesap tehnya.

Fahni sedikit mengernyitkan dahi. "Hmm, pernah. Misalnya rendang, ya? Itu kan sering banget dibilang makanan khas Malaysia. Padahal jelas-jelas itu asli Indonesia, kan?"

Cahaya mengangguk, wajahnya serius tapi santai. "Iya, bener banget. Kayak rendang yang katanya makanan khas Malaysia, atau bahkan sambal yang sering diklaim milik negara sebelah. Kadang jadi pengen ketawa, deh."

Fahni tertawa kecil. "Iya, kan? Tapi, sebenarnya kita bisa lihat itu dari sisi positif loh."

Cahaya penasaran. "Sisi positif gimana tuh?"

Fahni tersenyum. "Ya, kalau ada yang klaim budaya kita, itu justru jadi reminder buat kita untuk lebih peduli dan bangga sama warisan budaya kita sendiri. Kalau kita nggak peduli, siapa yang akan peduli?"

Cahaya terdiam sejenak, merenung. "Hmm, iya juga sih. Kalau kita nggak lebih aktif memperkenalkan budaya kita, nggak heran kalau orang lain bisa menganggap itu milik mereka. Jadi, malah jadi pemicu kita buat lebih memperkenalkan budaya kita dengan bangga."

"Betul!" jawab Fahni. "Maksudnya, kita bisa mulai dari hal-hal kecil dulu. Misalnya, lebih sering makan masakan tradisional di rumah atau ikut acara budaya yang ada di sekitar. Bisa juga dengan ngasih tahu teman-teman dari luar negeri kalau makanan atau tradisi itu berasal dari Indonesia."

Cahaya tertawa ringan. "Iya, dan kita nggak cuma ngomong doang, tapi juga ngelakuin. Kita bisa kasih contoh dengan cara yang sederhana, biar orang-orang tahu kalau kita bangga dengan budaya kita."

Fahni menambahkan, "Jadi, bukannya marah-marah, kita justru bisa jadi contoh yang baik dengan lebih aktif mempromosikan budaya kita. Makin banyak orang yang tahu, makin besar kemungkinan budaya kita dihargai."

"Betul," jawab Cahaya sambil tersenyum. "Karena budaya itu kan nggak cuma milik kita, tapi juga warisan yang harus dijaga. Kalau kita nggak mulai sekarang, siapa yang akan melanjutkan?"

Fahni mengangguk, matanya berbinar. "Setuju banget. Mulai dari hal kecil aja, dari diri sendiri dulu. Kalau kita bisa kenalin budaya kita dengan cara yang positif, siapa tahu bisa jadi lebih terkenal dan dihargai di luar sana."

"Yup," Cahaya menimpali. "Dan semoga nanti anak-anak kita bisa lebih tahu dan bangga dengan budaya Indonesia yang luar biasa ini."

Mereka pun tersenyum, merasa lebih semangat untuk menjaga dan mengenalkan budaya Indonesia, dengan cara yang santai tapi penuh makna. Sebab, bagi mereka, menjaga budaya itu nggak perlu ribet yang penting adalah kepedulian dan kebanggaan yang tulus.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

99 cahaya di langit Eropa

  Film ini sebenarnya sudah ku cari sejak dulu namun belum ketemu2 juga, eh belum lama ini ku mencari lagi dan ketemu, setelah menontonnya ternyata ni film sangat menyentuh banget walau nggak ada adegan nangis-nangisnyan, ni film pertama yang aku tonton yang didalamnya nggak ada adegan nangis-nangis tapi bisa buat aku meneteskan air mata, sumpah ni film kudu' lu tonton di jamin keren. Sinopsis dan Jalan Cerita 99 Cahaya di Langit Eropa (2013)   Film ini mengisahkan tentang perjalanan spiritual yang dialami oleh pasangan suami istri, Hanum (Acha Septriasa) dan Rangga (Abimana Aryasatya) , dalam menapaki jejak-jejak kebesaran Islam selama 3 tahun mereka menetap di bumi Eropa. Salah satu momen berharga yang diraih oleh Hanum adalah ketika ia berkenalan dan bersahabat dengan seorang muslimah asal Turki, Fatma (Raline Shah) .. Melalui penuturan Fatma, terkuak lah suka duka dalam menjalani kehidupan sebagai seorang Muslim di Eropa.  Rilis tanggal 5 Desember 2013 bua...

Setahun Lebih Mencari Kerja #TerusBerusaha

Assalamualaikum... Wah udah lama nggak ngeblog, jadi kangen ni hehehe... Umm sekarang aku mau sharing tentang usaha aku untuk mendapatkan pekerjaan di perusahaan/intansi pemerintah. Buat kalian yang masih bernasib sama kaya’ aku (masih mencari kerja )tetap semangat n terus berjuang ya...#jangan pernah putus asa. Awal mulai aku mencari kerja di pertengahan bulan Maret 2014, sebenarnya Tahun 2013 aku pernah coba-coba ikut Rekrutmen Staf Hotel Aston Kupang yang diadain di kampus alias almamaterku tercinta PNK namun GGL. Setelah   dinyatakan lulus sidang aku sudah boleh melamar pekerjaan namun ku urungkan niatku hingga menunggu ijazah keluar dan   setelah 3 bulan aku diwisuda barulah mencari kerja. Kok setelah 3 bulan itu baru cari kerja sih? Kan aku masih nunggu ijazah, kampus aku itu nggak sama dengan kampus yang lain pas diwisuda para wisudawan/watinya langsung dapat ijazah, kalo di kampus aku itu dua bulan setelah diwisuda baru dapet tuh   ijazah, nah sambil nu...

Makalah Tanggung jawab Sosial Perusahaan atau CSR

BAB I PENDAHULUAN 1. 1   Latar   Belakang Konsep Tanggung jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (selanjutnya disingkat CSR)   sudah dikenal sejak dahulu   dan   mulai dikenal luas di zaman modern sejak Howard R. Bowen menerbitkan bukunya berjudul Social Responsibilities of The Businessman pada era 1950-1960 di Amerika Serikat. Pengakuan publik terhadap prinsip-prinsip tanggung jawab sosial yang beliau kemukakan membuat dirinya dinobatkan secara aklamasi sebagai Bapak CSR. Di Indonesia sendiri CSR lebih dikenal dengan   Tanggung Jawab Perusahaan d an Lingkungan (TJSL) sebagaimana yang sudah termuat dalam UUPT. Dengan keberadaan UUPT tersebut membuat kegiatan atau program TJSL menjadi kewajiban yang harus dilaksanakan oleh perusahaan . Ketentuan itu terdapat dalam Pasal 74 Ayat (1). Konsep CSR juga telah banyak berkembang di negara lain dan Indonesia mengadopsi CSR yang awalnya berkembang di negara kapitalis karena me...